BIODATA LENGKAP
Nama : Suci
Utari
TTL :
Inderalaya, 17 Januari 1998
Alamat : Tanjung
Gelam
Anak ke- : 2 dari 2
bersaudara
Asal Sekolah :- SD Negeri
Tanjung Gelam
-SMP N 1 Indralaya
-SMA N 1 Indralaya
Hobby : Membaca
Cita-cita : Ingin
menjadi Guru
No. Hp :
0856-0932-4117
Motto : “Jika ada
kesempatan, maka jangan di sia-siakan”.
1.
Kesan selama di STITQI
Selama kuliah di STITQI banyak
ilmu-ilmu agama yang saya dapatkan. Karena, dari SD, SMP, dan SMA saya kuliah
di umum. Seperti mata kuliah ilmu tajwid, baru saya temukan bacaan ghorib.
2.
Harapan STITQI ke depan
Harapan STITQI ke depan agar untuk
membuat peraturan yang tegas, seperti pada saat “kuliah umum” masih banyak
mahasiswa-mahasiswi yang tidak hadir dalam acara tersebut.
3.
Opini tentang maraknya “HOAX” di dunia maya (500 kata)
Mungkin ada beberapa orang telah
mengetahui tentang hoax yang sekarang ini sudah menyebar dan dianggap sebagai
musuh terbesar pengguna internet dan jejaring sosial. Namun tidak banyak orang
yang tahu arti sebenarnya hoax dan sejarahnya sampai saat ini.
Hoax (dibaca: Hoks) adalah sebuah
tipuan dan kebohongan yang menyamar sebagai kebenaran, istilah populer di
internet dan media sosial karena peredaran hoax memang lebih mudah berkembang atau
meluas melalui internet dan media sosial.
Kata “hoax” berawal dari “hocus
pocus” yang berasal dari bahasa latin “hoc est corpus” yang artinya “ini adalah
tubuh”. Kata ini awalnya digunakan oleh penyihir untuk mengklaim kebenaran,
padahal sebenarnya mereka sedang berbohong.
Hocus digunakan untuk menipu yang
digunakan untuk sihir atau mantra para penyihir dan pesulap jaman dahulu. Kata
“hoax” sendiri didefinisikan sebagai tipuan berasal dari Thomas Ady dalam
bukunya candle in the dark (tahun 1656) atau risalah sifat sihir dan
penyihir.
Istilah hoax biasa digunakan untuk
berita palsu, legenda, rumor, dan kebohongan yang menipu. Pada dasarnya hoax
diciptakan untuk menipu banyak orang dengan cara merekayasa sebuah berita agar
terkesan menjadi sebuah kebenaran.
Berbicara tentang hoax, banyak
sekali beberapa contoh berita yang dibuat hoax. Hoax menjadi perhatian serius
pemerintah setelah muncul isu atau rumor “serbuan 10 juta pekerja China ke
Indonesia”.
Kabar serbuan pekerja kasar China ke
Indonesia tidak sepenuhnya hoax karena kenyataannya sebagaimana diberitakan
media-media mainstream memang serbuan itu ada, namun tidak sampai 10 juta, tapi
“hanya” 20 ribuan.
Penyebar hoax bisa dipidana penjara
hingga 6 tahun. “bagi Anda yang suka mengirimkan kabar bohong (hoax),
atau bahkan cuma sekedar iseng mendistribusikan (forward), harap
berhati-hati. Ancamannya tidak main-main, karena bisa dikenakan pidana penjara
6 tahun dan denda senilai Rp. 1 Miliar”, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat
Mabes Polri, Kombes Rikwanto.
Nah dari penjelasan diatas maka
janganlah untuk menyebarkan suatu berita kalau belum tahu kebenarannya. Mungkin
ada yang berfikir itu hanyalah hal yang kecil, tapi kalian harus tau, dari hal
yang kecil maka menjadi suatu hal yang besar. Seperti kata pepatah “karena nila
setitik, rusak susu sebelanga”.
Padahal mungkin menurut sang
penyebar kabar bohong itu (hoax) hanyalah untuk iseng-iseng. Dari berita bohong
yang disebarkan melalui media sosial akan lebih cepat tersebar, tidak hanya
dalam cangkupan yang kecil bahkan keseluruh dunia. Akan mudah menemukan orang
yang menyebarkan berita bohong itu, untuk ditindak lanjuti. Apa yang tidak bisa
dilakukan pada zaman yang sudah canggih ini.
Dan juga bagi sipenikmat jejaring
sosial untuk tidak menerima suatu berita tanpa berfikir dulu. Bahkan juga
jangan untuk langsung ikut menyebarkan berita yang belum tahu kebenarannya.
Salah satu contoh lagi yang ada di
facebook. Ada orang-orang yang menyalahgunakan berita. Ada beberapa akun yang
mengatasnamakan orang-orang terkenal seperti akun para artis dan
ustadzh-ustadzah, didalam berita tersebut kita diajak untuk meng-“like,
komentar, bahkan share”.
Ada beberapa orang yang belum tahu
apa yang terjadi setelah itu. Para pembuat berita akan menghapus statusnya
bahkan nama yang membuat berita tersebut diganti. Untuk apa ? tentunya untuk
menjadi ladang penghasil uang alias untuk dijual.
Lagi, untuk para pembaca “netizen”
untuk jangan meng-“like, komentar ataupun share” dari akun yang mengatasnamakan
para artis dan ustadzh-ustadzah”.